ARTIS “TURUN GUNUNG”


Dalam pandangan dan mind set kita tentang artis adalah suatu predikat yang diidentikan sebagai seseorang yang terkenal, bergelimang harta, suka hura – hura, lekat dengan dunia malam, dan bebas dalam bergaul. Pandangan ini mungkin menjadi hal yang lekat dengan dunia keartisan kita saat ini walaupun tidak bisa kita pukul rata semuanya.

Fenomena yang cukup menarik adalah ketika artis yang sealu diedentikan dengan hal yang telah dipaparkan diatas terjun ke dunia yang sama sekali berbeda dari dunia keseharian mereka. Penulis mengibaratkan sebagai fenomena artis “turun gunung”. Mengapa? Karena jika kita lihat artis dikenal orang lain, dipuja, dan senang – senag dengan harta yang telah mereka raih dalam perumpamaan mungkin dipuncak gunung. Kini artis mau turun gunung menjadi politisi, wakil rakyat, ataupun kepala daerah. Sungguh menarik, karena hal itu memberi konsekuensi bahwa seorang artis akan menjadi representasi dari masyarakat dan pelayan masyarakat.

Jika kita melihat belahan dunia lain para artis juga ada yang terjun kedunia politik. Seperti Filipina, negara tersebut pernah dipimpin oleh seorang artis bernama Joseph Estrada dan seorang aktor film action bernama Arnold Alois Schwarzenegger menjadi Gubernur California. Di Indonesia sendiri Sederetan nama artis seperti Rano Karno (Wakil Bupati Tangerang), Dede Yusuf (Wakil Gubernur Jawa Barat), H. Komar dan Angelina Sondaq( Anggota DPR) menunjukan bahwa mereka berhasil melaju untuk memimpin masyarakat. Setelah dua nama yaitu Rano Karno dan Dede Yusuf sepertinya menjadi sebuah suntikan moral kepada rekan sesama artis untuk ikut menjadi politisi atau kepala daerah. Mulai dari David Chalik, Andi Soraya, Kristina, Ratih Sanggarwati sampai Saiful Jamil beramai – ramai dipinang partai.

Munculnya nama – nama artis untuk melaju dan bergelut di dunia yang keras dan penuh intrik ini yaitu politik, patut kita syukuri. Paling tidak ada dua hal yang cukup baik dalam dunia politik kita karena fenomena ini. Pertama, Karena ini mungkin menjadi salah satu jawaban dan alternatif atas tuntutan yang terjadi selama ini yaitu mengenai kepemimpinan baru dan muda. Karena masyarakat telah bosan dengan pemimpin lama yang tak kunjung memberi perubahan terhadap segala lini kehidupan masyarakat. Artis yang mencalonkan diripun sebagian besar berusia 40 tahun kebawah. Hal yang kedua adalah merubah pandangan tentang politik yang selama ini orang jarang mau belajar politik. Dengan adanya artis yang terjun ke dalam dunia politik, diharapakan para fans ataupun masyarakat mau belajar politik. Ini menjadi harapan yang penting, karena dengan belajar politik masyarakat mengerti apa yang harus dilakukan dengan haknya sebagai warga negara dan tidak mudah terombang – ambing oleh permainan politik.

Menurut salah satu survey yang dilakukan oleh salah satu surat kabar dengan pertanyaan menurut Anda, siapa yang paling layak dicalonkan menjadi Presiden Indonesia? Sebanyak 64,7 persen responden menjawab tidak ada dan tidak tahu. Sebanyak 35,3 persen responden menyebutkan berbagai nama artis. Di antaranya:
Deddy Mizwar (26,3 persen)

Dede Yusuf (19,8 persen)

Rano Karno (14,1 persen)

Tukul Arwana (5,7 persen)

Adjie Massaid (4,7 persen)

Lain-lain (29,4 persen)

Dari beberapa nama tersebut dapat kita lihat bahwa masyarakat memiliki kearifan sendiri saat memilih artis untuk menjadi pemimpin mereka. Nama seperti Deddy Mizwar adalah artis besar yang cukup senior dan karya – karyanya syarat dengan pesan moral dan penuh makna kehidupan, lalu ada Dede Yusuf dan Rano Karno yang sebelumnya memang pernah merasakan kursi senayan (DPR) dan selama berkarir ketiga artis ini lebih sering berperan sebagai tokoh protagonis. Artinya masyarakat memilih tidak berdasarkan kepopuleran semata akan tetapi juga berdasar track record artis tersebut.

Di masyarakat sendiri muncul pertanyaan mengenai kapabilitas artis tersebut. Apakah mereka benar – benar mampu menjadi politisi atau wakil rakyat? Apakah mereka dipinang oleh partai karena popularitas semata? Faktor popularitas memang sangat penting apalagi bagi yang mencalonkan diri untuk maju menjadi anggota DPR atau Kepala Daerah. Dengan predikat artis yang sering muncul di media memudahkan mereka saat mengenalkan diri dan berkampanye dan juga menghemat ongkos kampanye. Para artis ini diharapkan jangan hanya “aji mumpung” tapi juga harus memiliki kemampuan untuk menguasai masalah diberbagai lini kehidupan, menguasai tata pemerintahan, meloby orang lain, dan juga hal yang penting lainnya adalah turun kebawah mendengar apa yang diinginkan oleh masyarakat.

Fenomena ini cukup menarik. Di alam demokrasi ini siapa saja boleh menjadi pemimpin rakyat bahkan seorang artis. Alangkah baiknya jika para artis yang mencalonkan diri itu belajar dulu di partai politik sebelum mereka benar – benar menjadi calon legislatif ataupun kepala daerah. Dengan seperti itu kita akan melihat bagaimana track recordnya. Masyarakat saat inipun sudah lebih arif dalam memilih.


Gambar : http://dennybaonk.multiply.com/journal/item/180:


DUA MATA SISI TEKNOLOGI (HAND PHONE) /PTK

DUA MATA SISI TEKNOLOGI (HAND PHONE)

HP atau Hand Phone merupakan salah satu teknologi yang sangat dekat dengan kita saat ini. Menurut Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), pengguna HP di Indonesia sudah mencapai 80 Juta orang pada tahun 2007 dan akan terus meningkat. Tengoklah isi kantong atau tas mahasisiwa, pasti sebagian besar membawa barang mini nan hebat bernama Hand Phone.
Dalam kehidupan sehari – hari HP menjadi alat yang penting. Mulai dari fungsi komunikasi (telepon, sms, video call) , menyimpan data penting (no. ATM, catatan penting), hingga sampai saat ini HP bisa digunakan untuk berinternet ria.
Keunggulan HP dari alat komunikasi lain adalah karena HP berukuran kecil dan kita bisa gunakan secara mobile. Alat ini sungguh cocok bagi kebanyakan masyarakat kita saat ini yang terus bergerak secara dinamis dan membutuhkan keefektifitasan dan keefisienan. Dulu kita mengucapkan selamat kepada orang lain dengan bentuk kartu tetapi sekarang cukup dengan HP yang memiliki layanan SMS. Apalagi sekarang harga kartu perdana atau pulsa sangat murah karena saat ini perang tarif sangat gencar. Ditambah lagi layanan internet sudah tersedia dalam HP. Dengan begitu orang dapat melakukan apa saja ataupun tahu apa saja dengan HP tanpa harus bepergian. Karena Internet memungkinkan kita untuk berinteraksi atau bertransaksi secara maya dan menggali informasi dengan sangat luas tanpa ada batas teroterial serta up to date.
Konsekuensi yang mungkin secara tidak langsung kita rasakan adalah berkurangnya rasa emosional kita terhadap sesama. Ini disebakan karena kita tidak berinteraksi secara langsung dan melihat secara nyata. Jika dulu kita ingin bertemu dengan rekan – rekan, kita harus menempuh jarak dan waktu, yang mungkin dalam hal ini ada proses perjalanan yang di dalamnya kita bisa melihat lingkungan sekitar dan bertemu dengan orang lain. Sekarang proses yang yang membutuhkan waktu dan jarak tersebut tidak dibutuhkan lagi.
Salah satu guru SMA saya menolak menggunakan HP, beliau berkata bahwa HP mengganngu privasinya dan itu hasil karya orang kapitalis yang sebenarnya memperbudak kita. Jika dipikir lebih jauh memang benar apa yang dikatakan beliau, bahwa HP terkadang mengganggu privasi kita, karena kebanyakan dari kita menghidupkan HP 24 jam dan panggilan dapat langsung kita terima dimana saja kita berada. Untuk masalah memperbudak, memang benar dan sudah terjadi cukup lama karena Teknologi pasti selalu berinovasi dan jika kita tidak mengikutinya, malah kita yang sulit berkembang di jaman globalisasi ini.
Dalam hal lain ternyata terjadi penurunan minat baca oleh kalangan remaja kita. Menurut data majalah Komputer Aktif (no. 50/26 Maret 2003) berdasarkan survei Siemens Mobile Lifestyle III menyebutkan bahwa 60 persen remaja usia 15-19 tahun dan pacaremaja lebih senang mengirim dan membaca SMS daripada membaca buku, majalah atau koran.Walaupun menurut Pak Afifi (Dosen PTK kita) tidak pernah ada peningkatan minat baca karena budaya / jaman membaca tidak pernah benar – benar kita rasakan dan langsung beranjak ke jaman dengar dan lihat. Survei lainnya menyebutkan menurut data Kompas (4 April 2003) yang melakukan street polling yang dilakukan pada 100 remaja SMU di Jakarta, Bogor, Bandung, dan Semarang bahwa sebesar 73 persen remaja mengeluarkan biaya untuk membeli voucher perbulannya seitar 100-200 ribu, 9 persen antara 201-300 ribu dan 8 persen lebih dari 300 ribu perbulan. Ini artinya bahwa di samping menurunkan minat baca, HP juga mengarahkan masyarakat untuk hidup konsumtif. Bahkan menurut data dari penelitian “Survei Siemens Mobile Phone” 58 persen orang ndonesia lebih memilih mengirim SMS daripada membaca buku, (Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, 191-192, 2005).
Dalam Penelitian kesehatan di Amerika membuktikan bahwa kaum pria yang membawa HP di saku celana dapat menurunkan 70 persen produktivits sperma dan lebih parah lagi sperma yang dihasilkan tidak akan dapat membuahi sama sekali alias mandul karena telah rusak akibat radiasi yang dipancarkan oleh HP yang ditaruh di saku celana, (
www.kompas.com). Alangkah baiknya HP kita taruh di Tas atau jauh dari organ vital. Penelitian lainnya di Finlandia membuktkan bahwa radiasi elektromagnetik serupa ponsel selama satu jam dapat mempengaruhi produksi sel. Kuatnya pancaran gelombang dan letak HP yang menempel di kepala akan mengubah sel-sel otak hingga berkembang abnormal dan potensial menjadi sel kanker (Kompas,23 Oktober 2002 dalam Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, 197, 2005) Tapi ini terjadi jika kita terlalu sering menggunakan HP. Baiknya saat menelopon jangan langsung kita tempelkan ketelinga kita, tunggu sampai panggilan diangkat atau diterima.
Tulisan ini bukan bermaksud untuk menakut – nakuti ataupun memberi pandangan miring terhadap HP. Alangkah baiknya kita menggunakan segala sesuatu dengan bijaksana dan jangan berlebihan. Segala sesuatu yang terlalu sedikit ataupun berlebihan pastilah tidak bagus. Termasuk dalam penggunaan HP.

Sumber :
1. Hilda Damayanti/153050001
hildadamayanti@yahoo.com/hild4.wordpress.com
2. www.kompas.com
3. www.okezone.com